Dik, kapan?

Dik, kapan kamu ke Bandung?

Kamu masih ingat cerita kita di bawah tenda Om Aris?

Ia menyapa kabarmu setiap kali aku lewat didepan nya.

Atau kamu masih ingat dengan pintu perlintasan kereta api yang selalu kita lewati setiap mampir ke tenda cilok di jalan Laswi?

Ia selalu menghadangku setiap kali aku ke sana. “Kemana dia? Kenapa hanya kamu yang melintasiku?”, tanya nya.

Ah aku hampir lupa. Ada salam dari susu melon dingin Dipatiukur. Kemarin, pecel ayam Ciseke juga menitipkan kerinduannya, dik. Tak mau ketinggalan roti bakar Ciseke.

Begitu banyak rupa di Bandung yang rindu kau sambangi.

Tidak hanya mereka, kedai-kedai kopi langganan kita juga selalu menggodaku untuk mampir dengan menyelipkan bayanganmu di meja tempat kita biasa bercengkrama di dalamnya seraya bertanya:

Dik, kapan kamu ke Bandung?

– sekata (22/7/16)

Leave a comment