Dik, kapan?

Dik, kapan kamu ke Bandung?

Kamu masih ingat cerita kita di bawah tenda Om Aris?

Ia menyapa kabarmu setiap kali aku lewat didepan nya.

Atau kamu masih ingat dengan pintu perlintasan kereta api yang selalu kita lewati setiap mampir ke tenda cilok di jalan Laswi?

Ia selalu menghadangku setiap kali aku ke sana. “Kemana dia? Kenapa hanya kamu yang melintasiku?”, tanya nya.

Ah aku hampir lupa. Ada salam dari susu melon dingin Dipatiukur. Kemarin, pecel ayam Ciseke juga menitipkan kerinduannya, dik. Tak mau ketinggalan roti bakar Ciseke.

Begitu banyak rupa di Bandung yang rindu kau sambangi.

Tidak hanya mereka, kedai-kedai kopi langganan kita juga selalu menggodaku untuk mampir dengan menyelipkan bayanganmu di meja tempat kita biasa bercengkrama di dalamnya seraya bertanya:

Dik, kapan kamu ke Bandung?

– sekata (22/7/16)

Menjadi Hujan.

5ByY2laAQiCAZ1fCdnoz_untitled-1528-2

Menjadi hujan.

Orang-orang dewasa itu aneh

Mereka bilang menyukai hujan, tapi selalu berlindung di balik payung, berlindung di bawah atap

Bahkan beberapa dari mereka memaki karena hujan membuat baju mereka basah

Mereka tidak benar-benar menyukai, hanya mulutnya saja, tindakannya tidak

Mereka hanya mencari sensasi atau sedang menjual romantisme

Nyatanya, mereka menyesali hujan yang tak kunjung reda

mendinginkan udara sekitar dan membuat jemurannya tak kunjung kering

Sayang cintanya hanya sebatas kata

Sayang katanya hanya sebatas kalimat status di media sosialnya

Hanya menjadi foto untuk mendukung kesenduannya

Aku rasa kita tidak akan mengerti hujan

Kecuali menjadi hujan itu sendiri

Bagaimana bila sesekali kita mendengar kata orang

Bahwa mereka menyukai kita padahal di belakang itu semua mereka tidak demikian

Manusia banyak yang seperti itu

Manusia telah terlatih untuk berpura-pura di hadapan orang lain

Memanipulasi sikapnya dan menyaring kata-katanya menjadi manis

Meski tidak dalam hati dan pikiran

Dan kita akan belajar menjadi hujan

Bahwa ia akan turun dan tidak peduli dengan banyak orang yang menyesali kehadirannya

Hujan akan tetap turun untuk ia yang membutuhkannya

Untuk orang-orang yang merindukan kedatangannya

Untuk tanaman dan hewan yang membutuhkannya

Tidak perlu menghabiskan pikiran dan hati kita untuk memikirkan orang-orang yang tidak menyukai kita

Lebih baik kita curahkan hati dan pikiran kita untuk orang-orang yang menghargai keberadaan kita

Untuk orang-orang yang mencintai kita dan menunggu kita

Meski jumlahnya (mungkin) tidak banyak

Tapi itu akan membuat hidupmu jauh lebih bahagia

Dan kamu tidak perlu bersusah payah untuk membuat hidupmu bahagia

Karena sungguh, akan selalu ada orang yang tidak menyukaimu

Dan kamu tidak perlu memikirkan yang demikian

Hujan akan tetap turun meski ia dibenci

Karena ia datang bukan untuk mereka

Ia datang untuk orang-orang yang merindukan dan mencintainya

Hidup kita seperti demikian

Hari ini, aku akan menjadi hujan

Biar aku jatuh di hatimu

Dan kamu tidak bisa menghindarinya.

– Kurniawan Gunadi (2015)